Jumat, 12 Juli 2019

In passing bagi kepustakawanan Indonesia

Desember (2018) yang baru lewat sebenarnya adalah batas akhir dari program inpassing pustakawan di seluruh Indonesia. Inpassing berasal dari Bahasa Inggris in passing yang dalam Oxford Dictionary diartikan sebagai “Briefly and casually” atau “secara singkat dan sambil lalu”.  Sedangkan dalam program inpassing pustakawan dimaksudkan pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional pustakawan melalui jalur khusus. Dalam Perka Perpusnas nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Inpassing Jabatan Fungsional Pustakawan disebutkan “Penyesuaian/Inpassing adalah proses pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional guna memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dalam jangka waktu tertentu”. Artinya program inpassing tersebut tidak bisa dilakukan di sebarang waktu atau dengan kata lain hanya bisa dilakukan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan oleh Pemerintah. Program inpassing ini bagus-bagus saja untuk memenuhi “kuantitas” pustakawan sebab jumlah pustakawan yang ada saat ini menurut Perpusnas hanyalah berjumlah sekitar 3.328 orang. Sedangkan perpustakaan dalam pengertian lembaga pemerintah berjumlah 25.728 perpustakaan. Seandainya satu perpustakaan rata-rata dikelola oleh 4 pustakawan, maka Indonesia membutuhkan pustakawan sebanyak 102.912 pustakawan. Jelas jumlah ini pustakawan yang ada tersebut memang tidak seimbang. Ini belum memperhitungkan kebutuhan pustakawan bagi lembaga non pemerintah. Program inpassing untuk pustakawan sudah dilaksanakan. Beberapa lembaga sudah melakukan pengangkatan pustakawannya melalui program ini. Bahkan yang saya dengar ada satu universitas yang mengangkat hampir 100 orang pustakawan. Ini penambahan luar biasa. Tentu saja dari kuantitas. Namun yang perlu dipertanyakan selanjutnya adalah dari segi kualitas.
Masuknya sejumlah besar ASN yang sebagian besar tidak memiliki pendidikan bidang perpustakaan ini menjadi Pekerjaan Rumah tersendiri bagi pembina perpustakaan. Bagaimana caranya pustakawan yang baru masuk tersebut bisa berfungsi dengan baik. Jangan sampai justru menambah beban dan persoalan bagi perpustakaan. Alih-alih membantu kegiatan perpustakaan yang ada malah membuat persoalan baru. Persoalan kompetensi pustakawan yang ada saja sudah sangat banyak. Jangan ditambah lagi dengan persoalan “anggota” yang baru masuk tersebut. Hemat saya, harus diberlakukan sistem pemagangan di internal perpustakaan tersebut agar “anggota baru” tersebut bisa “disetarakan” dengan pustakawan lama. Setidaknya menuju kesana. Pustakawan senior harus bisa “membimbing” pustakawan yang baru masuk tersebut. Yang kedua, perlu memompakan motivasi dalam mengerjakan tugas-tugas pustakawan. Maklum, tugas pustakawan di tataran teknis sebagian besar “sangat menjemukan”. Ini sangat diperlukan untuk para pustakawan baru yang tadinya bekerja pada zona nyaman di bagian-bagian administrasi pemerintahan, apalagi yang urusannya mengatur rapat-rapat di luar kantor yang banyak menghasilkan “tambahan penghasilan”. Tentu saja pekerjaan “housekeeping” perpustakaan akan terasa sangat menjemukan. Bagi pustakawan baru yang “langsung” ada di level tinggi akan terasa sangat berat. Beban untuk mendapatkan angka kredit untuk naik pangkat akan terasa sangat “menjengkelkan” baginya, karena tadinya pustakawan ini naik pangkat secara otomatis sewaktu di jabatan fungsional umum atau di jabatan struktural. Saya, sebagai tim penilai jabatan fungsional Pustakawan tingkat nasional, pernah meneliti DUPAK yang diusulkan oleh pustakawan dari daerah yang isinya hanya jurnal kegiatan saja. Tanpa bukti hasil kegiatannya. Padahal pustakawan ini akan naik ke pangkat yang cukup tinggi (yaitu IVc). Tentu saja usulannya semua harus ditolak. Bimbingan pustakawan senior sangat diperlukan dalam hal ini. Namun yang lebih penting lagi semangat pustakawan baru ini harus dipelihara. Jangan sampai semangat inpassingnya saja yang tinggi, kemudian pupus sesudah bertemu dengan persoalan-persoalan kepustakawanan. Yang ketiga, pimpinan perpustakaan perlu jeli dalam mengawasi hasil kegiatan pustakawan tersebut. Jangan asal menandatangani surat keterangan yang mengesahkan hasil pekerjaannya. Jika diperlukan pimpinan meminta tim penilai instansinya untuk melakukan verifikasi pekerjaan pustakawan tersebut. Sesudah diverifikasi, baru pimpinan perpustakaan mengesahkan. Yang keempat, tidak kalah pentingnya adalah pelatihan terhadap pustakawan baru tersebut. Dalam Perka Perpusnas tentang Pedoman Pengangkatan Pustakawan melalui Inpassing disebutkan bahwa bagi pustakawan yang diangkat melalui inpassing tersebut disyaratkan untuk mengikuti dan lulus pendidikan dan latihan teknis perpustakaan pola 150 jam (bagi program diploma dan sarjana non perpustakaan). Walaupun secara formal syarat ini bisa dipenuhi, namun menurut saya materi yang diberikan tersebut sangat tidak cukup. Perlu dirancang program diklat berjenjang sehingga materi-materi kepustakawanan dapat dikuasai dengan baik. Barangkali uji kompetensi atau sertifikasi pustakawan bisa membantu untuk meningkatkan kompetensi pustakawan baru ini, tentu saja bila diuji dengan baik dan benar.
Akhirnya selamat datang kepada “saudara muda” ke dunia kepustakawanan. Semoga kedatangan Anda menjadi berkah bagi profesi pustakawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar