Sabtu, 29 Maret 2025

Pustakawan Mengenal Standar

Buku ini berisi penjelasan singkat tentang standar, mengapa dalam kehidupan kita memerlukan standar, jenis-jenis standar dari standar internasional, standar nasional, standar regional, standar asosiasi. Beberapa contoh standar dijelaskan secara singkat seperti ISO (International Organisation for Standardisation), CAC (Codex Alimentarius Commission), EN (European Norms), ASEAN Harmonized Electrical and Electronic Equipment Regulatory Regime (AHEEER), SNI (Standar Nasional Indonesia), BS (British Standards), dan JIS (Japanese Industrial Standards). Buku ini juga berisi penjelasan tentang standar asosiasi seperti ASTM (American Society for Testing and Materials), AOAC (Association of Official Agricultural Chemists). Sedangkan Sertifikasi bagi penerap standar juga dijelaskan dengan cukup singkat tetapi jelas. Contoh-contoh diberikan penerap standar apa yang perlu disertifikasi dan penerap standar apa yang tidak perlu. Pada bagian akhir dicontohkan penerap ISO 9001 dan bagaimana proses sertifikasinya dengan harapan penjelasan dan contoh-contoh tersebut dapat memberi wawasan kepada para pustakawan tentang standar dan sertifikasinya.

  

Contoh buku dapat Anda baca di sini: Contoh buku: Pustakawan Mengenal Standar
Anda dapat memesan buku lengkapnya ke Abdul Rahman Saleh. Hubungi WA atau Messenger yang bersangkutan.
Harga buku elektronik (digital) dengan format PDF: RP 20.000,-
Harga buku cetak Print on demand): Rp 100.000,- 
Untuk yang memesan buku cetak mohon dibayar dimuka.


Sabtu, 08 Maret 2025

Mengukur Kinerja Perpustakaan

Di Indonesia dan di beberapa negara lain perpustakaan tidak dianggap sebagai lembaga yang cukup penting. Oleh karena itu ketika perpustakaan diminta melaporkan kegiatannya oleh pimpinan, tidak banyak yang diminta oleh pimpinan. Pengalaman saya ketika memimpin perpustakaan di perguruan tinggi yang cukup terkemuka, pimpinan saya hanya meminta tiga hal yang harus dilaporkan yaitu berapa jumlah pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan, berapa buku yang dipinjam selama satu tahun dan berapa peminjam buku tersebut selama satu tahun. Apa artinya? Artinya perpustakaan hanya dianggap lembaga yang bertugas meminjamkan buku saja. Lain tidak. Pertanyaannya, betulkah pekerjaan perpustakaan itu hanya meminjamkan buku yang menjadi koleksinya saja? Kalau memang begitu, tidaklah salah kalau pimpinan beranggapan bahwa jumlah pustakawan atau staf pegawai di suatu perpustakaan sering dianggap terlalu banyak yaitu dengan perbandingan satu pustakawan melayani kira-kira 1000 orang pemustaka (potensial).

Berdasarkan pengalaman itu saya mencoba mencari apa sebenarnya yang dijadikan indikator kinerja sebuah perpustakaan. Pada tahun 1984 saya mendapat penugasan ke Amerika Serikat, tepatnya di Kurd W. Wend Library yang merupakan sebuah perpustakaan di Faculty of Engineering, University of Winconsin, Madison. Selama lebih dari tiga bulan saya magang di perpustakaan tersebut. Sambil magang saya mencari referensi kinerja apa yang biasa diukur oleh perpustakaan di Amerika. Saya menemukan sebuah buku sederhana yang dicetak lokal. Sepertinya dokumen itu semacam “grey literature” dan berisi informasi yang selama ini saya cari. Dokumen ini segera saya fotokopi dan saya bawa pulang ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia saya mencoba menerjemahkannya dan menguji cobakan isinya di perpustakaan saya (saat itu saya belum menjadi kepala perpustakaan). Setelah saya yakin bahwa isinya ini sangat berguna, saya rapikan dokumen terjemahan tersebut dan saya usulkan untuk diterbitkan oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI). Berkat bantuan British Council dan Perpustakaan Nasional pada tahun 2000 buku yang diberi judul “Pengukuran Kinerja Perpustakaan Perguruan Tinggi” ini kemudian terbit dan beredar di lingkungan universitas. Buku yang sangat tipis ini hanya berisi 10 indikator kinerja yang diukur. Sayang, hanya sedikit perpustakaan yang mau dan mampu menerapkannya.

Sesudah tahun 2000an saya berkenalan dengan ISO 11620. Saat itu masih beredar versi 1998. Isinya tidak banyak berbeda dengan buku kecil keluaran FPPTI tersebut, hanya saja indikator yang diukurnya lebih banyak yaitu sebanyak 29 indikator. Sayang, versi 1998 ini belum sempat saya bedah sudah terbit versi 2008 yang mengukur kira-kira 45 indikator. Saya sedang menulis versi ini dan menjelang selesai, tiba-tiba terbit versi 2014 yang mengukur lebih banyak lagi indikator kinerja perpustakaan Versi 2014 ini mengukur sebanyak 52 indikator kinerja. Saya tidak sempat menyelesaikan buku pengukuran indikator kinerja berbasis ISO 11620 versi 2014. Tiba-tiba tahun lalu terbit versi 2023 yang segera diadopsi menjadi SNI. Saya agak terbirit-birit menyelesaikan buku ini karena takut muncul versi yang terbaru lagi. Saya mengubah strategi dalam menyelesaikan buku ini yaitu dengan tidak menjelaskan semua indikator kinerja yang berjumlah 62 indikator tersebut, namun saya memilihkan hanya 10 indikator yang paling mudah dan paling sering diukur. Dengan demikian buku ini dapat segera saya selesaikan. Jika saya memiliki waktu, sisa indikator yang belum dibahas tersebut, saya akan bahas di buku versi edisi berikutnya saja.

Menulis buku mengenai pengukuran indikator kinerja perpustakaan (library performance indicators) merupakan obsesi saya sejak lama, yaitu sejak akhir 1980an ketika saya mulai menerjemahkan dokumen pengukuran indikator kinerja yang saya bawa dari Amerika Serikat. Namun baru kali ini saya mampu menyelesaikan penulisan tersebut walaupun belum selengkap dokumen aslinya yaitu SNI ISO 11620: 2023. Jadi apabila Anda ingin mengetahui lebih lengkap mengenai indikator kinerja perpustakaan, Anda dapat membaca dokumen aslinya. Dokumen ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, tepatnya dokumen ini terbit dalam dua bahasa.



Lihat promo buku ini di Link berikut: Mengukur Kinerja Perpustakaan

Anda dapat memesan buku lengkapnya. Hubungi Abdul Rahman Saleh via WA atau Messenger.

Harga buku elektonik (e-book) atau digital: Rp 50.000,-

Harga buku cetak (printed on Demand): Rp 125.000,- (untuk pemesan buku cetak harap membayar terlebih dahulu, karena saya harus membayar langsung digital printing)

TEKNIK MELAKUKAN KAJIAN BIBLIOMETRIK UNTUK PEMETAAN RISET

 Salah satu kajian di bidang kepustakawanan yang cukup terkenal dan dikenal saat ini serta banyak dilakukan oleh baik pustakawan maupun oleh mahasiswa bidang perpustakaan, dan bahkan mahasiswa non perpustakaan adalah kajian bibliometrik. LISedunetwork (2018) mengutip definisi bibliometrik oleh The British Standards Institution adalah sebagai kajian penggunaan dokumen dan pola publikasi dengan menerapkan metode matematika dan statistika. Borchardt & Chin Roemer (2015) mendefinisikan bibliometrika sebagai berikut “as a set of quantitative methods used to measure, track, and analyze print-based scholarly literature” atau dalam bahasa Indonesia adalah seperangkat metode kuantitatif yang digunakan untuk mengukur, melacak, dan menganalisis literatur ilmiah berbasis cetak. Definisi lain disampaikan oleh Maryono & Junandi, S (2012) seperti berikut: bibliometrika adalah suatu bidang ilmu yang menggunakan teknik matematika dan statistika dari penghitungan sederhana sampai kalkulus, untuk mempelajari publikasi dan pola komunikasi dalam distribusi informasi. Beberapa pakar mengajukan definisi seperti berikut:“the quantitative study of literature and a measurable method used to identify the developmental trends within a certain field to obtain quantifiable, reproducible, and objective data(Guo et al., 2020; Rahayu & Sungkawa, 2021). Selanjutnya Reitz (2004) mendefinisikan bibliometrik tersebut seperti “the use of mathematical and statistical method to study and identify pattern and the usage of materials and services within a library or to analyze the historical development and a specific body of literature, especially its authorship, publication and use”. Bibliometrik merupakan pemanfaatan matematika dan statistika dalam mempelajari dan melihat pola dan penggunaan bahan perpustakaan dan layanan perpustakaan atau untuk melakukan analisis perkembangan sejarah dan kumpulan literatur, terutama kepengarangan, terbitan, serta pemanfaatannya. Bibliometrik banyak digunakan untuk melakukan evaluasi kegiatan penelitian (Andres, 2009; Gingras, 2016; Rehn et al., 2014). Bibliometrik adalah analisis kuantitatif publikasi yaitu dengan mengekstrak data dari publikasi dan menganalisis data tersebut untuk menjawab pertanyaan tentang penelitian yang diwakili oleh publikasi tersebut (Belter, 2015). Hal ini karena diasumsikan bahwa setiap hasil penelitian biasanya dituliskan dalam bentuk karya tulis ilmiah dan dipublikasikan di jurnal ilmiah yang beredar secara internasional sehingga setiap ilmuwan bisa mengakses dan membacanya (Rehn et al., 2014). Jadi evaluasi tersebut berfokus kepada publikasi sebagaimana penjelasan Ball: “Bibliometrics, on the other hand, focuses exclusively on measuring publication. Thus far, however, the term publication has been relatively ambiguous: It includes book chapters, journal articles and papers in conference volumes(Ball, 2017).

Tujuan bibliometrik adalah untuk menjelaskan proses komunikasi dalam bentuk tertulis yang terpublikasi (terbitan) dengan sifat dan arah pengembangan perangkat deskriptif penghitungan serta analisis berbagai faset komunikasi (Basuki, 2016; Prasetyo, 2021).  Dua tujuan utama analisis bibliografi adalah untuk menggambarkan (1) kinerja penelitian yaitu untuk menilai kinerja penelitian serta publikasi individu dan atau institusi dan (2) pemetaan science (science mapping) untuk mengungkapkan struktur dan motivasi dari suatu topik penelitian. Masing-masing memiliki teknik tersendiri, misalnya untuk mengukur performa pencarian kita menggunakan metrik tertentu (perhitungan kuantitatif) seperti sitasi total (total citations), rata-rata sitasi (average citations), kolaborasi (collaboration metrics), dll. Untuk analisis pemetaan ilmiah, salah satunya adalah kita dapat menggunakan analisis sinonim untuk menemukan hubungan yang ada antara satu topik dengan topik lainnya dalam suatu bidang tertentu.  Dengan bibliometrik kita dapat memetakan dan mengevaluasi literatur untuk mengetahui potensi kesenjangan penelitian dan mengetahui batasan pengetahuan, biasanya dilaksanakan melalui siklus berulang untuk menentukan kata pencarian yang sesuai, mencari literatur, kemudian menyelesaikan analisisnya.

 


Anda dapat membaca contoh buku ini di di Link berikut: Buku bibliometrika

Anda juga dapat memesan teks lengkap versi elektronik (e-book) dengan harga: Rp.100.000,-

Sedangkan untuk versi cetak (print on demand) dengan harga: Rp. 200.000,-

Pemesanan dapat menghubungi Abdul Rahman Saleh via WA atau Messenger

Sabtu, 17 Agustus 2024

Kumpulan Puisi Karya ARS

 



Pusi Pertama

Akhir Sebuah Kisah

Sore itu.......
Angin senja dan titik air
Berpacu dalam redup
Membawa kesejukan di hati
Berpadu dalam damai

Kugenggam erat tanganmu
Hangat menjalar dada
Seretan langkahmu
Menuju kedamaian abadi

Ah...abadikah semua itu?
Tidak....
Keremangan senja telah lenyap
Kertas pun jadi abu
Bersama kepingan hati
Yang tergores kepedihan


Kini...
Tinggal harapan yang tersisa
Dari seretan langkahmu
Hampa.....

 

Bogor, ’79.

Puisi Kedua


Brengsek

Antara keramaian manusia dan suara
Dan dalam kesendirianku
Kudengar detak jantungku menegang
Segalanya tegang
Kecuali hati yang menciut
Dan tergeletak bermandikan darah

Ah......brengsek
Wajah itu muncul
Bersama resahnya hati
Kutak kuasa menatap
Dan.....pilu pun ikut berpadu

Bogor ‘79


Puisi Ketiga

Lewat Tengah Malam

 

Lewat tengah malam
Ketika sepi makin melingkup hati
Sementara, suara jangkrik tetap berbunyi
Dalam kelam.........
Sepotong hati terbaring dalam kemelut kelabu

Lewat tengah malam
Ketika seonggok tubuh terbaring
Menatap langit-langit
Kau ada di sana

Kemarin dan hari ini
Tak seorang pun tahu
Kemelut sepotong hati yang terkubur di dasar dada
Kemudian...........
Kau datang di hari esok
Dengan seribu kemungkinan

Dalam kejaran usia yang semakin menua
Hari ini
Kubisikkan tekad
Tuk memetik kebahagiaan
Bersamamu..............

Bogor, 1979


Puisi Keempat

Asaku

Kala senja mulai memudar
Sejuta janji kau ukir dalam cita
Sejuta keindahan kau angankan
Dari nostalgia yang terbengkalai
Dalam kefanaan jiwamu

Sunyi membalut jiwa
Tak kau hiraukan
Kau pelihara bara di dada
Dalam menggapai hakiki hidup 

Kala fajar menyingkap gelap
Rembulan pun mulai memudar
Kutanyakan padamu
Akankah menjadi kenyataan
Sejuta janji yang kau ukir di hatimu
Ataukah hanya kegagalan yang menunggu

 

Bogor, 17 Juli 1979


Puisi Kelima


Sisa Laskar Tua

Dulu ketika muda
Tenaga dan semangatmu menyala
Dunia seakan dalam genggaman jala
Segala keinginan dapat kaucapai

Semua orang datang menghampiri
Mengaku sahabat teman berbagi
Banyak orang bahkan menjadi iri
Karena bagimu semua seakan diujung jari

Kini di usiamu yang senja
Tubuhmu mulai renta
Termakan usia
Berbagai penyakit mulai menyapa

Sahabat dan kawan meninggalkan
Karena kamu tidak dapat digunakan
Hanya sahabat sejati, anak, cucu dan isteri
Yang setia mendampingi

Bagimu tidak ada lagi
Yang masih berarti
Selain berbagi sisa ilmu duniawi
Untuk bekal akhirat nanti 

Tenaga dan semangatmu mulai meredup
Jantungmupun seakan enggan berdegup
Namun jiwa dan semangatmu yang masih hidup
Untuk menatap anak cucu yang hidup cukup

 

(Bogor, 28 Maret 2006)


 Puisi Keenam

 

Untuk Seseorang yang mengaku teman

Ketika aku sudah tenang dan tentram
Menjalani hidup dan karirku
Kamu tiba-tiba hadir dan mengatakan
Kita kan berteman
mana buktinya?

Aku ingat cerita kawan
Kau ungkit peristiwa ketika aku melamar kerja
Kau katakan bahwa berkat kamu
Aku bisa mendapatkan kerja di tempatmu
Hanya karena sepotong informasi bahwa
Pekerjaan itu ada

Lama kemudian waktu berlalu
Karirku di kantor lebih maju
Aku mendapatkan yang aku tuju
Menjadi pengatur laku di kantorku
Bahkan kemudian aku melanglang buana
Tak terbendung oleh apapun

Namun suatu ketika
Perjalanan karirku terhenti
Entah karena apa aku tak mengerti
Sebab perasaanku mengatakan
Bahwa aku sedang berada di puncak tangga
Semua aku bisa raih
Sampai sesuatu yang bahkan orang lain
tak terpikirkan untuk meraihnya

Tiba-tiba aku terjatuh
Satu-satu
Teman-temanku menghindariku
Mencari selamat dan karirnya sendiri
Aku ditinggal pergi
Sendiri….betul-betul sendiri

Namun pelan-pelan aku bangkit
Perlahan meniti karir
Walaupun tak sedikit hambatan
Sampai-sampai akan dipindahkan
Ke tempat yang aku rasa tak mungkin aku bisa berkembang

Permintaan agar aku pindah
Tidak cuma sekali menghampiriku
Bahkan surat permintaan petinggi puncak
Diterima oleh atasanku
Tanya aku tepikan pada atasanku
Apakah dia masih memerlukan aku
Untuk menjadi pembantunya
Di kabinet yang dipimpinnya
Dan…..
Berkat pertanyaanku itu
Aku dipertahankan di kantorku

Kemudian kamu mendapat giliran berkuasa
Aku kau campakkan
Bahkan aku dilemparkan
Pada posisi yang tidak pernah terbayangkan
Oleh siapapun yang menyaksikan 

Tuhan menyelamatkan aku
Dari perasaan hina berada di lingkunganku
Aku diangkat dari lumpur
Untuk menjadi seseorang yang terhormat
Bahkan menjadi lebih tinggi dari posisimu
Dan aku mendapatkan martabatku sebagai manusia

Kini
Setelah aku kembali ke kantorku
Setelah menyelesaikan tugasku di luar sana
Aku melihat kondisi kantorku berubah parah
Dan demi tanggung jawab moral
Aku berusaha menggerakkan semua teman
Untuk mengembalikan marwah kantorku
Seperti dulu

Kemudian tiba-tiba kamu datang
Karena mendengar cerita
Bahwa apa yang terjadi pada diriku dulu
Karena ulahmu,
dan aku tak mau memberimu maaf
Bahkan sampai ke liang kubur
Peristiwa itu kan kubawa

Kamu lempar tanya padaku
Apa bukti kecurigaanku
Sampai-sampai aku tak mau memberi maaf
Ketika kamu dalam suatu kesempatan
Meminta maaf pada semua orang
Aku jelaskan apa yang menjadi kecurigaanku
Atas nasib yang menimpaku

Tapi
Semua kamu ingkari
Bahkan kamu katakan
Mengapa dulu kamu tidak tanyakan
Agar semua bisa diselesaikan
Jangan sampai menunggu sekarang
Karena katamu kita teman

Kalau kita teman
Apakah kamu bisa buktikan
Seperti yang kulakukan dulu ketika aku berkuasa
Aku angkat kamu menjadi pembantuku
Bahkan ketika kamu berulah dan membangkang dari perintahku
Aku membiarkan dan hanya menyaksikan dengan harapan
Kamu kan sadar dan berubah haluan
Ke visi yang sama denganku

Aku juga menolak dengan halus
Permintaan pembantu dan sahabat terdekatku
Untuk menyingkirkanmu dari posisimu
Aku katakan tidak
Karena kau kuanggap teman
Dan aku berjanji pada kawan-kawan
Untuk menasehati dan mengingatkan
Agar kamu bisa menjadi anggota tim yang membanggakan 

Namun
Ketika kamu berkuasa
Dan aku menjadi pembantumu
Aku engkau campakkan
Ke tempat yang menurutku paling hina sehina-hinanya
Apakah itu yang kau katakan berteman? 

Kamu pikir tindakanmu benar
Tapi kamu tidak merasakan akibatnya
Kamu katakan bahwa kamu tidak punya niat
Menyakiti dan menghacurkan aku
Tapi aku merasakan akibat keputusanmu
Kamu bilang kamu tidak pernah menghianati pertemanan kita
Sehingga kamu masih berteriak
Kan kita berteman 

Tapi….bagiku
Biarlah waktu yang membuktikan
Siapa yang menghianati
Siapa yang dikhianati
Siapa yang menyakiti
Siapa yang disakiti

 

(Bogor, akhir Maret 2017)


Puisi Ketujuh

Kekuasaan 

Ketika engkau bersahabat denganku
Apapun bisa kulakukan
Bintang dapat kuraih
Bulan pun bisa kupetik
Ku taklukkan semua orang
Dan aku bertengger di puncakmu

Ketika engkau pergi meninggalkan aku
Dan persahabatanmu kau berikan pada orang lain
Aku menjadi tak berdaya dan tak berharga
Tanpamu aku bukan apa-apa
Orang yang memegangmulah
Yang akan mengemudikan dunia 

Engkau memang bebas berpindah sekehendakmu
Dari satu orang ke orang lain yang engkau sukai
Kedigdayaanmu merajalela
Hanya satu yang bisa mengendalikanmu
Yaitu kebijaksanaan 

Tanpa kebijaksanaan
Orang yang engkau tongkrongi
Akan berbuat semena-mena
Bahkan bisa membelokkan sejarah 

Apakah ini takdir?
Entahlah
Semua jejak masa lalu akan engkau hapuskan
Engkau lumatkan menjadi puing tanpa harga
Tetapi persahabatan dengan kekuasaan itu
Tak pernah kekal
Dan ketika kekuasaan itu menyingkir
Penguasa itu juga akan menjadi jelata 

Hanya jejak yang engkau pahatkan
Melalui dunia maya
Yang akan dikenang orang
Bukan jejak kuasamu 

Hai penguasa sadarkah engkau
Suatu saat akan tiba giliranmu
engkau juga akan menjadi jelata
Dan akan menuai apa yang telah kau tanam

 

Boo, 24 April 2024


 Puisi Kedelapan

Bagai Memelihara Anak Singa 

Dulu kita berteman akrab
Suka duka kuliah
Kita hadapi bersama
Sampai-sampai semua teman iri 

Ketika kita selesai
Kembali ke tempat masing-masing
Lalu engkau datang
Meminta tolong
Agar bisa bekerja di tempatku 

Tanpa curiga
Aku mencarikan jalan
Agar kamu bisa bersamaku
Bahkan berkegiatan denganku
Biarpun orang menentangku
Aku mencoba mentuli bisu 

Pelan tapi pasti
Engkau mendapatkan posisi
Sebagai teman aku mendukungmu
Bahkan tak segan membantu 

Ketika kamu merangkak naik
Ke posisi yang tinggi
Aku malah kamu musuhi
Aku tak mengerti
Kesalahan apa yang aku buat
Sampai-sampai kamu tega memusuhiku 

Kamu tendang aku
Bahkan kamu katakan
Kalau semua orang membenciku
Dan tidak dapat menerima keberadaanku 

Sayang sekali kamu lupa
Keberadaanmu di sini
Berkat usahaku
Tetapi ketika kamu memiliki kuasa
Kamu malah membuangku 

Kini aku sadar
Aku ibarat memelihara anak singa
Ketika kecil dan lucu
Aku ajak bercanda gurau
Tetapi sesudah besar
Ternyata aku diterkamnya
Oh…nasib,
Biarlah Tuhan yang mencatat
Suatu saat perbuatanmu akan berbalas

 

Bogor, 26 Juli 2024


Senin, 12 Agustus 2024

Kisah Cinta Sang Pustakawan

Sinopsis

Persahabatan sekelompok siswa SMA di kota kecil Bangkalan, Jawa Timur di tahun 1970an yang demikian kompak. Ternyata dalam hubungan persahabatan mereka ada cinta yang tumbuh. Celakanya, cinta itu adalah cinta segitiga antara Evan, Fina, dan Diana. Pada malam acara perpisahan mereka Evan memilih menyatakan cintanya kepada Fina. Tetapi beberapa hari kemudian Fina melihat Evan berboncengan dengan Diana. Fina yang cemburu akhirnya memutuskan meninggalkan Evan. Puluhan tahun kemudian Evan menemukan Fina pada sebuah seminar di puncak, Bogor di mana dia menjadi salah seorang pembicaranya. Cinta mereka merekah kembali walau mereka sadar tidak mungkin bisa membawanya ke pelaminan. Perjalanan hidup mereka yang getir membawa status mereka menjadi duda dan janda. Evan mendapat kabar bahwa Fina sedang dirawat di RSJ di Bogor karena mengalami stres berat sesudah suaminya selingkuh dan dia akhirnya meminta cerai. Evan mengunjunginya. Cinta mereka kembali merekah, namun kunjungan kedua Evan terhalang. Evan terjebak dalam tawuran siswa yang menyebabkan Evan terluka. Evan dirawat di RS yang sama dengan Fina. Pertemuan ini berakhir pada Evan menikahi Fina.


Teman-teman, ayo baca novelku....

Rabu, 21 Desember 2022

Materi diskusi Forpustaka

Students and the Information Search Process: Zone of Intervention for Librarians

Carol Collier Kuhlthau

School of Communication, Information and Library Studies Rutgers University New Brunswick, New Jersey 08903

Berikut adalah artikel terjemahan. Bacalah artikel ini dan berilah komentar pada saat diskusi pada pertemuan Forpustaka.

Terjemahan artikel tersebut adalah sbb:


I. Pendahuluan 

Pustakawan memiliki tradisi layanan yang jelas dan panjang dalam membantu siswa menemukan informasi untuk tugas penelitian di berbagai mata kuliah dan dalam berbagai disiplin ilmu. Di satu sisi, layanan ini adalah intervensi untuk meningkatkan akses dan pembelajaran. Intervensi, seperti yang saya gunakan istilah tersebut, merujuk secara khusus pada situasi di mana pustakawan berinteraksi langsung dengan siswa yang sedang dalam proses mencari informasi atau diharapkan dalam waktu dekat.

Ada dua layanan perpustakaan dasar di mana pustakawan profesional terlibat dalam intervensi tersebut: referensi dan instruksi bibliografi. Referensi adalah mediasi dengan siswa untuk membantu lokasi dan penggunaan sumber dan informasi. Kami mungkin menganggap mediasi terjadi pada level yang berbeda, dari respons sederhana ke pertanyaan spesifik hingga terlibat dalam proses pencarian siswa yang diperpanjang. Pengajaran bibliografi adalah pendidikan untuk alat belajar, sumber, dan konsep informasi dan strategi untuk menemukan dan menggunakan alat dan sumber. Pengajaran bibliografi, juga, dapat digambarkan terjadi pada tingkatan yang berbeda; dari sesi pengantar umum hingga instruksi tentang mengidentifikasi dan menafsirkan informasi hingga konsultasi tentang masalah yang berkembang.

Semua layanan perpustakaan secara langsung berkaitan dengan perilaku pencarian informasi siswa. Studi terbaru tentang proses pencarian informasi siswa sekolah menengah dan sarjana mengungkapkan proses pembelajaran yang kompleks dan konstruktif dari berbagai sumber (Kuhlthau, 1989). Studi ini menunjukkan arah penting untuk layanan dalam referensi dan instruksi bibliografi.

II. Pencarian Informasi sebagai Proses Konstruktif

Untuk menghargai sifat dinamis dari proses pencarian informasi, sangat membantu untuk melihat literatur yang menjelaskan proses konstruktif (Bruner, 1986; Dewey, 1933; Kelly, 1963). Dua tema dasar dijalankan melalui teori konstruksi. Salah satunya adalah kita membangun dunia pribadi kita yang unik, dan yang lainnya adalah bahwa konstruksi melibatkan total orang yang menggabungkan pemikiran, perasaan, dan tindakan dalam proses pembelajaran yang dinamis. Proses konstruktif bukanlah transisi yang nyaman dan mulus, melainkan pengembaraan pengalaman yang meresahkan dan terkadang mengancam.

Teori konstruksi pribadi George Kelly (1963) sangat berguna untuk mengidentifikasi pola umum dalam konstruksi. Kelly menggambarkan proses konstruktif yang berkembang melalui serangkaian fase yang melibatkan emosi serta kecerdasan. Pada pertemuan pertama dengan sebuah pengalaman atau ide baru, orang tertentu menjadi bingung dan cemas. Keadaan ketidakpastian ini meningkat hingga orang tersebut mencapai ambang pilihan di mana pencarian untuk menemukan makna ditinggalkan atau hipotesis terbentuk yang menggerakkan proses untuk mengkonfirmasi atau menolak konstruksi baru (Bannister, 1977).

Pandangan konstruksi ini memberikan kerangka acuan untuk serangkaian studi tentang proses pencarian informasi (Kuhlthau, 1991). Hipotesis untuk studi ini adalah bahwa pencarian informasi adalah proses konstruksi yang melibatkan seluruh orang.

Serangkaian lima studi telah dilakukan terhadap perspektif siswa tentang pencarian informasi di perpustakaan. Studi pertama membahas masalah umum belajar lebih banyak tentang pengalaman siswa dalam proses pencarian. Pertanyaan yang mendasari adalah apakah pengalaman siswa dalam proses pencarian informasi menyerupai fase dalam proses konstruksi yang digambarkan oleh Kelly. Sebuah studi kualitatif dari sekelompok siswa sekolah menengah atas dalam tugas pencarian informasi yang ekstensif selama periode waktu yang lama memberikan kesempatan untuk menganalisis dan menyelidiki seluruh proses konstruktif daripada insiden tunggal dalam pencarian informasi (Kuhlthau, 1988a).

III. Model Proses Pencarian Informasi 
 Temuan tersebut dilaporkan dalam model proses pencarian informasi yang menggambarkan pola umum tugas, perasaan, pikiran, dan tindakan dalam enam tahap: inisiasi, seleksi, eksplorasi, perumusan, pengumpulan, dan presentasi.

A. Tahap 1: 
Inisiasi Proses pencarian dimulai dengan pengumuman tugas penelitian, yang seringkali menyebabkan siswa mengungkapkan perasaan tidak pasti dan khawatir. Pikiran mereka berpusat pada merenungkan tugas dan memahami tugas mereka. Mereka mengingat pengalaman sebelumnya dengan tugas serupa dan mulai menjelajahi batasan topik yang mungkin untuk dipilih. Mereka mungkin berbicara satu sama lain tentang tugas dan menjelajahi koleksi perpustakaan.

B. Tahap 2: 
Seleksi Pada tahap kedua dari proses pencarian siswa memilih topik untuk diteliti. Mereka sering merasa tidak pasti sampai mereka telah membuat pilihan dan kemudian mengungkapkan kegembiraan singkat setelah pilihan mereka. Pemikiran mereka melibatkan pertimbangan topik yang mungkin terhadap kriteria minat pribadi, persyaratan penugasan, informasi yang tersedia, dan waktu yang dialokasikan untuk proyek tersebut. Mereka memprediksi kemungkinan hasil dari pilihan mereka dan memilih topik yang mereka anggap paling potensial untuk sukses. Tindakan mereka termasuk terus berbicara dengan orang lain, khususnya guru, teman sekelas, dan keluarga; melakukan pencarian awal perpustakaan; dan menggunakan sumber referensi untuk mendapatkan gambaran umum tentang topik yang sedang dipertimbangkan.

C. Tahap 3: 
Eksplorasi Tahap ketiga, ketika siswa menggali informasi untuk mempelajari topik mereka, seringkali merupakan yang paling sulit. Saat mereka mencari informasi, mereka cenderung menjadi semakin bingung dengan ketidakkonsistenan dan ketidakcocokan yang mereka temui di antara sumber yang berbeda dan dengan praduga mereka sendiri. Perasaan ragu-ragu tentang topik mereka lazim, serta keraguan pada kemampuan mereka untuk melakukan tugas dengan baik dan di perpustakaan untuk memiliki informasi yang mereka butuhkan. Dalam pemikiran eksplorasi, upaya dan perhatian perlu dipusatkan pada pembelajaran tentang topik umum dan pada pencarian fokus yang sesuai. Tindakan siswa melibatkan mencari informasi dan mengevaluasi relevansi, membaca menjadi informasi, dan merefleksikan informasi baru. Mencatat harus terdiri dari daftar fakta dan ide menarik daripada menyalin bagian panjang dari teks. Toleransi ketidakpastian sambil sengaja mencari fokus sangat membantu siswa selama tahap eksplorasi.

D. Tahap 4: 
Perumusan Tahap keempat, ketika siswa membentuk fokus dari informasi pada topik umum, merupakan titik kritis dalam proses pencarian. Fokusnya adalah perspektif pribadi, sudut atau hipotesis, yang dikembangkan dari membaca dan merefleksikan informasi yang dikumpulkan tentang topik umum. Saat fokus terbentuk, perasaan bergeser dari kebingungan dan keraguan ke optimisme dan kepercayaan diri. Ketika siswa tidak membentuk fokus selama proses pencarian, mereka sering mengalami kesulitan di sepanjang sisa tugas yang dapat mengakibatkan blok penulisan.

E. Tahap 5: 
Pengumpulan Pada tahap kelima, siswa mengumpulkan informasi tentang pandangan terfokus mereka terhadap topik daripada semua aspek topik secara umum. Meskipun mereka menyadari banyaknya pekerjaan yang akan datang pada saat ini, mereka memiliki kepercayaan diri yang lebih, rasa arah, dan sering kali mengalami peningkatan minat dalam proyek mereka. Fokus berfungsi sebagai ide pengendali untuk mengumpulkan informasi dan mengarahkan pencarian. Siswa merasa terbantu untuk mencari informasi untuk mendefinisikan dan memperluas topik fokus mereka, membuat catatan terperinci hanya tentang apa yang berkaitan dengan fokus pilihan mereka dan bukan pada topik secara umum. Dalam tahap ini, pencarian koleksi perpustakaan secara komprehensif dan penggunaan berbagai sumber sangat membantu.

F. Tahap 6: 
Persiapan Tahap keenam dari proses pencarian mempersiapkan siswa untuk menulis. Saat penutupan mendekati, mereka menghentikan pencarian, sering kali mencatat relevansi yang semakin berkurang dan peningkatan redundansi dalam sumber informasi yang mereka temui. Mereka mengungkapkan perasaan lega, serta kepuasan dan kadang-kadang kekecewaan, tergantung pada keberhasilan pencarian mereka. Strategi yang menurut siswa berguna adalah kembali ke perpustakaan untuk pencarian terakhir sebelum mulai menulis dan membuat garis besar untuk mengatur ide-ide mereka untuk menulis.

Model proses pencarian informasi ini menjadi hipotesis untuk studi lebih lanjut untuk memverifikasi dan menyempurnakan konsep konstruksi yang diajukan. Dua studi longitudinal dan dua studi populasi pengguna perpustakaan yang lebih besar dan lebih beragam dilakukan. Temuan studi ini memberikan verifikasi model, yang dapat diringkas dengan cara ini (Kuhlthau, Turock, George & Belvin, 1990). Proses pencarian informasi adalah proses konstruksi yang kompleks di mana siswa berkembang dari ketidakpastian ke pemahaman. Ketidakpastian, kebingungan, dan frustrasi terkait dengan pemikiran yang tidak jelas dan tidak jelas tentang suatu topik atau masalah. Ketika pikiran menjadi lebih terfokus dengan jelas, siswa melaporkan peningkatan kepercayaan diri dan perasaan lebih yakin, puas, dan lega.

IV. Pola Umum dalam Proses Pencarian Informasi 
Dalam studi empat pola penting dicatat dalam proses pencarian informasi siswa. Pertama, ada perubahan yang berbeda dalam pemikiran dan kepercayaan diri selama proses pencarian informasi. Komentar siswa di dua titik dalam pencarian menggambarkan perubahan ini. Sebelum tahap perumusan, seorang siswa berkata, "Saya khawatir tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik karena saya tidak tahu apa yang saya lakukan." Setelah tahap perumusan, siswa yang sama menyatakan bahwa, "Saya merasa sangat senang. Saya mulai menemukan tema yang berulang." Siswa lain menggambarkan pengalaman serupa. Sebelum berbicara, siswa tersebut berkomentar, "Saya bingung, tersesat, karena saya ingin tahu bahwa segala sesuatunya beres." Setelah perumusan siswa berkata, "Saya jauh lebih lega karena saya punya tujuan. Begitu Anda tahu apa yang Anda cari, jauh lebih mudah untuk melakukan apa yang Anda lakukan." Siswa biasanya merasa lebih percaya diri setelah perumusan ketika mereka memiliki rasa arah dan pemahaman yang lebih jelas tentang tugas mereka. Setelah tahap perumusan, mereka biasanya dapat melakukan penelitian secara lebih mandiri dibandingkan tahap awal proses pencarian.

Kedua, alih-alih peningkatan kepercayaan secara bertahap dari awal pencarian hingga akhir, ada penurunan kepercayaan yang nyata selama tahap ketiga dari proses pencarian informasi, eksplorasi. Tahap eksplorasi ternyata paling sulit bagi siswa. Pada titik ini mereka kemungkinan besar akan mengubah topik mereka, mengungkapkan lebih banyak kebingungan dan frustrasi, dan kurang terlibat dalam proyek mereka daripada di tahap-tahap proses pencarian selanjutnya.

Ketiga, tugas merumuskan fokus sering disalahpahami. Itu formulasi yang terlibat dalam proses pencarian membutuhkan lebih dari sekedar mempersempit topik. Sebaliknya siswa diminta untuk merumuskan perspektif pribadi mereka tentang masalah atau topik. Siswa yang belum merumuskan perspektif terfokus selama proses pencarian menggambarkan kesulitan besar dalam menulis makalah penelitian. Seorang siswa berkomentar bahwa,

Saya memiliki gagasan umum bukan fokus khusus. tapi sebuah ide. Saat saya menulis, saya tidak tahu apa fokus saya. Ketika saya selesai, saya tidak tahu apa fokus saya. Guru saya mengatakan dia tidak tahu apa fokus saya. Saya tidak berpikir saya pernah mendapatkan fokus. Itu adalah makalah yang mustahil untuk ditulis. Saya hanya akan duduk di sana dan berkata, "Saya terjebak." Tidak ada garis besar karena tidak ada fokus dan tidak ada yang harus diselesaikan. Jika saya belajar sesuatu dari makalah itu, Anda harus memiliki fokus. Anda harus memiliki sesuatu untuk dipusatkan. Anda tidak bisa hanya memiliki topik. Anda harus punya ide saat memulai. Saya memiliki topik tetapi saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan dengannya. Saya membayangkan bahwa ketika saya melakukan penelitian saya, itu akan fokus. Tapi saya tidak membiarkannya. Saya terus berkata, "ini menarik dan ini menarik dan saya akan menghancurkannya sama sekali." Itu tidak berhasil.

Keempat, minat pada topik biasanya meningkat setelah perumusan. Pada awal pemberian tugas, motivasi utama siswa adalah dari luar. Persyaratan guru memberikan dorongan utama untuk mendekati tugas. Setelah perumusan ketika siswa telah membangun pemahaman mereka sendiri tentang topik yang diteliti dan telah membentuk perspektif mereka sendiri tentang aspek-aspek tertentu dari masalah, mereka menjadi lebih tertarik dan terlibat secara intelektual. Pada akhir proyek, banyak siswa termotivasi oleh minat internal dan pribadi.

V. Kesalahpahaman tentang Tugas Pencarian 
 Meskipun studi mengungkapkan proses pencarian informasi menjadi proses konstruktif yang dinamis, siswa jarang memahami bahwa perpustakaan mungkin memainkan peran penting dalam setiap tahapan proses. Ketika ditanyai tentang tugas pencarian mereka pada setiap tahapan, persepsi siswa tentang tugas sangat berbeda dari yang dijelaskan dalam model pada tahapan proses pencarian informasi. Tugas yang sesuai untuk setiap tahap menurut model tercantum di sini.

1. Inisiasi: mengenali kebutuhan informasi 2. Seleksi: untuk mengidentifikasi topik umum 3. Eksplorasi: untuk menyelidiki informasi tentang topik umum 4. Formulasi: merumuskan perspektif terfokus 5. Pengumpulan: untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan fokus 6. Presentasi: untuk melengkapi pencarian informasi

Dalam setiap tahap proses pencarian, siswa menjawab bahwa tugas mereka adalah mengumpulkan informasi dan menyelesaikan pencarian informasi, sehingga menunjukkan bahwa mereka tidak mengidentifikasi tugas yang lebih eksplorasi dan formulatif sebagai bagian yang sah dari proses pencarian. Ada bukti kurangnya toleransi untuk tahap eksplorasi awal yang mengarah ke perumusan dan beberapa strategi untuk menyelesaikan tugas tahap awal tersebut. Istilah negatif digunakan untuk menggambarkan tindakan mereka pada tahap awal, seperti penundaan, malas, dan tidak tertarik. Jarang sekali siswa menyadari perlunya waktu untuk membaca dan berefleksi guna merumuskan fokus untuk memajukan pencarian.

VI. Prinsip Ketidakpastian untuk Layanan Perpustakaan 
 Studi-studi tersebut menunjukkan adanya dikotomi penting dalam layanan perpustakaan. Di satu sisi, kepustakawanan didasarkan pada prinsip kepastian dan ketertiban, yang saya sebut paradigma bibliografi (Kuhlthau, 1993). Di dalamnya, sistem canggih untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengatur, dan mengambil teks atau informasi telah dikembangkan yang dapat disesuaikan dengan kueri tertentu secara efisien dan teratur.

Di sisi lain, banyak kebutuhan informasi penting siswa yang muncul dalam konteks kehidupan akademis tidak dapat diungkapkan dalam satu pertanyaan yang dirumuskan dengan tepat. Sebaliknya, ketidakpastian dan kebingungan menjadi ciri sebagian besar masalah informasi, terutama pada tahap awal. Oleh karena itu, konflik muncul ketika layanan perpustakaan yang dikembangkan di bawah paradigma bibliografi digunakan untuk menyesuaikan ketidakpastian dan ketidakteraturan kebutuhan informasi siswa yang bervariasi dalam lingkungan belajar yang dinamis.

Studi tentang perspektif siswa tentang proses pencarian informasi mendikte perlunya mengakui prinsip ketidakpastian untuk layanan perpustakaan (Kuhlthau, 1993b). Prinsip ketidakpastian akan mengakui perasaan cemas dan kurang percaya diri serta mengenali ketidakpastian, kebingungan, dan frustrasi yang terkait dengan pemikiran yang tidak jelas dan tidak jelas tentang suatu masalah atau topik. Prinsip ketidakpastian akan mengakui proses konstruktif yang kompleks dari perpindahan dari ketidakpastian ke pemahaman.

VII. Konsep Mendiagnosis Zona Intervensi 
Dalam konteks ketidakpastian dalam proses pencarian informasi dan kebutuhan akan strategi yang lebih eksploratif terutama pada tahap awal, konsep zona intervensi dikembangkan. Zona intervensi dimodelkan pada gagasan Vygotsky (I 978) tentang zona pengembangan proksimal dalam pengajaran dan pembelajaran. Vygotsky, yang karyanya memiliki pengaruh besar pada teori pembelajaran, mengembangkan konsep mengidentifikasi area atau zona di mana intervensi akan paling berguna bagi pelajar. Konsep ini memberikan cara untuk memahami intervensi ke dalam proses konstruktif orang lain. Mengidentifikasi kapan intervensi diperlukan dan menentukan intervensi apa yang membantu panggilan untuk keterampilan diagnostik. Intervensi ketika seorang individu mandiri tidak diperlukan, juga mengganggu dan mengganggu.

Intervensi ketika individu tidak dapat melanjutkan sendiri atau hanya dapat melanjutkan dengan kesulitan besar adalah memampukan dan memperkaya. Ketika seseorang dapat melakukan dengan bantuan, apa yang tidak dapat dia lakukan sendiri adalah zona intervensi. Intervensi berdasarkan asas kepastian dan keteraturan, yaitu intervensi dalam paradigma bibliografi, berkonsentrasi pada pencocokan query seseorang dengan koleksi perpustakaan. Intervensi berdasarkan prinsip ketidakpastian mencakup pengalaman holistik dalam menggunakan informasi dari perspektif siswa secara individu. Intervensi tersebut menangani berbagai kebutuhan informasi dalam tahap dinamis dari proses pencarian informasi termasuk memulai, memilih, mengeksplorasi, merumuskan, serta menampung dan mengumpulkan.

Ini tidak berarti bahwa pustakawan dilibatkan dalam setiap tahap proses pencarian informasi setiap siswa. Sebaliknya, konsep zona intervensi menganggap bahwa ada cara untuk menentukan kapan intervensi itu penting dan kapan intervensi tidak diperlukan. Pertanyaan kritisnya adalah apa zona intervensi yang membantu individu dalam proses pencarian informasinya. Konsep zona intervensi memerlukan diagnosis masalah penelitian dan pengembangan intervensi yang sesuai.

VIII. Lima Zona Intervensi 
Siswa tiba di perpustakaan dengan status pengetahuan yang berbeda dan pada titik yang berbeda dalam proses pencarian informasi. Keadaan pengetahuan dan tahapan proses ini membutuhkan berbagai intervensi. Dalam pandangan saya, intervensi dengan siswa dapat dianggap terjadi di lima zona, seperti yang ditunjukkan pada Tabel I. Di zona I (Z I), masalah didiagnosis sendiri dan pencarian dilakukan sendiri. Di zona 2 (Z2) hingga zona 5 (Z5) masalah didiagnosis melalui wawancara untuk mendapatkan pernyataan masalah dan informasi latar belakang. Pernyataan masalah atau permintaan informasi atau sumber tertentu oleh siswa biasanya mengawali wawancara. Pustakawan harus mencari informasi latar belakang tentang masalah tersebut setidaknya di empat bidang: tugas, minat, waktu, dan ketersediaan.

Contoh pertanyaan untuk mendapatkan latar belakang dalam kategori ini mungkin: Apa sifat dari keseluruhan tugas yang memulai pencarian informasi? Apa tugas dari tahap tertentu dari proses pencarian yang dialami siswa? Aspek apa dari keseluruhan tugas yang menarik bagi siswa secara individu? Apa batasan waktu dari tugas dan proses pencarian informasi? Informasi apa yang mudah diakses dan sejauh mana serta kedalaman informasi yang tersedia? Pertimbangan yang saling terkait ini menciptakan serangkaian konteks dan pilihan yang kompleks untuk ditangani oleh setiap siswa.

Dengan menggunakan kerangka teori yang diperluas yang menggabungkan prinsip ketidakpastian dengan kerangka organisasi dan ketertiban tradisional, pustakawan menentukan zona intervensi yang diindikasikan. Situasi siswa diidentifikasikan sebagai masalah produk atau masalah proses. Masalah produk dapat diatasi dengan sumber informasi, seringkali di dalam koleksi perpustakaan. Namun, masalah proses lebih kompleks dan perlu ditangani secara holistik dan berkelanjutan. Masalah proses menempatkan orang bijak di salah satu tahapan dalam proses konstruktif dalam mencari makna. Ketika masalah diidentifikasi sebagai masalah produk Z2 hingga Z4 intervensi diindikasikan. Intervensi Z2 membutuhkan sumber yang benar. Intervensi Z3 membutuhkan beberapa sumber yang relevan dan Z4 membutuhkan urutan sumber yang relevan. Namun, ketika masalah diidentifikasi sebagai masalah proses, intervensi Z5 diindikasikan. Z5 membutuhkan dialog antara pustakawan dan siswa yang mengarah pada eksplorasi, formulasi, konstruksi, pembelajaran, dan aplikasi.

IX. Tingkat Mediasi 
Konsep zona intervensi ditentukan oleh sifat masalah siswa dan tahapan proses siswa mengarah pada identifikasi tingkat mediasi dan pendidikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel I. Layanan referensi dapat dibedakan dalam lima tingkat mediasi. Level pertama adalah penyelenggara. Penyelenggara sangat penting untuk menyediakan akses ke kumpulan sumber daya tetapi tidak memerlukan intervensi langsung. Penyelenggara menyediakan koleksi terorganisir untuk pencarian swalayan yang sesuai dengan intervensi ZI.

Tingkat kedua dari mediasi adalah pencari lokasi yang menanggapi intervensi Z2. Locator menawarkan intervensi referensi siap pakai. Pencarian fakta atau sumber tunggal dilakukan sebagai tanggapan atas kueri tertentu yang membutuhkan jawaban atau sumber tertentu. Tingkat ketiga mediasi adalah pengenal, yang menanggapi intervensi Z3. Pengidentifikasi memberikan intervensi referensi standar. Topik atau pertanyaan dipresentasikan oleh siswa dalam wawancara singkat. Pencarian subjek dilakukan untuk mengidentifikasi sekelompok sumber relevan yang direkomendasikan tanpa urutan tertentu. Tingkat keempat mediasi adalah penasehat, yang menanggapi intervensi Z4. Penasihat memberikan intervensi pola. Masalah disajikan oleh siswa dan negosiasi hasil pendekatan dalam identifikasi sekelompok sumber yang direkomendasikan dalam urutan tertentu untuk digunakan. Pencarian subjek dilakukan untuk mengidentifikasi urutan sumber yang relevan.


Table I Intervention Diagnostic Chart 

Zones of intervention   Levels of mediation         Levels of education             Intervention 
Z1                                 Organizer                         Organizer                             Single Services 
Z2                                 Locator                             Lecturer                               Single Source 
Z3                                 Identifier                           Instructor                            Group of Sources 
Z4                                 Advisor                             Tutor                                   Sequence of Sources 
Z5                                Councelor                          Councelor                           Process Intervention

Tingkat mediasi kelima adalah konselor yang menanggapi intervensi Z5. Z5 adalah satu-satunya level yang melampaui orientasi sumber untuk menangani proses pembelajaran yang konstruktif dari berbagai sumber. Konselor memberikan intervensi proses. Masalah diidentifikasi melalui dialog yang mengarah pada strategi, sumber, urutan, dan redefinisi berkelanjutan dalam proses pencarian informasi. Pengalaman belajar pengguna yang holistik merupakan bagian integral dari mediasi.

X. Tingkat Pendidikan Dengan cara yang sama, instruksi bibliografi dapat dijelaskan pada lima tingkat pendidikan yang paralel dengan mediasi dan juga sesuai dengan lima zona intervensi. Pada tingkat pertama, penyelenggara menyediakan koleksi terorganisir untuk penggunaan swalayan tetapi tidak menawarkan instruksi pada intervensi ZI.

Pada level kedua menanggapi intervensi Z2, dosen memberikan instruksi orientasi. Orientasi ditawarkan terdiri dari tinjauan layanan, kebijakan, fasilitas, dan koleksi satu sesi. Orientasi bersifat umum dan tidak ditujukan pada masalah, pertanyaan, atau tugas tertentu. Tingkat pendidikan ketiga adalah instruktur yang menanggapi intervensi Z3 dengan memberikan instruksi yang berhubungan dengan kursus dari sumber tunggal. Berbagai sesi independen ditawarkan untuk menginstruksikan pada satu jenis sumber untuk mengatasi masalah spesifik yang terkait dengan tugas kursus pada saat dibutuhkan. Sesi instruksional terpisah, tidak saling terkait atau terhubung.

Tingkat pendidikan keempat adalah tutor, yang menanggapi intervensi Z4 dengan memberikan strategi, instruksi yang terintegrasi dengan kursus. Serangkaian sesi ditawarkan untuk menginstruksikan penggunaan sekelompok sumber dan merekomendasikan urutan penggunaan sumber untuk mengatasi masalah tertentu yang terintegrasi dengan tugas kursus.

Tingkat pendidikan kelima adalah konselor menanggapi intervensi Z5 dengan memberikan instruksi proses. Instruksi pada tingkat ini menggabungkan interaksi holistik dari waktu ke waktu melalui panduan dalam mengidentifikasi dan menafsirkan informasi untuk mengatasi masalah yang berkembang. Konselor menggabungkan peran pendidik dan mediator dalam proses intervensi yang sedang berlangsung.

XI. Peran Konselor dalam Proses Pencarian Informasi Perpustakaan telah mengembangkan layanan ekstensif untuk menanggapi intervensi ke Z2 hingga Z4. Intervensi produk atau sumber dari pencari lokasi / pengajar, pengidentifikasi / instruktur, dan pembimbing / pengajar sudah mapan dan cukup efektif dalam banyak kasus, meskipun mungkin tidak diartikulasikan dengan cara ini. Meskipun selalu ada ruang untuk perbaikan dan inovasi, pustakawan dapat bangga dengan pencapaian intervensi di zona ini.

Intervensi proses di Z5, bagaimanapun, sangat membutuhkan pengembangan. Meskipun gagasan tentang konselor informasi bukanlah hal baru, identifikasi konselor sebagai pemberi intervensi dalam proses pencarian informasi yang konstruktif merupakan cara inovatif dalam memandang layanan perpustakaan (Dosa,! 978; Debons, 197 5).

Studi longitudinal sarjana menunjukkan kebutuhan kritis untuk intervensi proses (Kuhlthau, l988b, c). Salah satu lulusan perguruan tinggi yang telah terpapar pada pendekatan proses keterampilan informasi di sekolah menengah mencatat bahwa dia lebih siap untuk tugas penelitian perguruan tinggi daripada siswa lain. Dia menjelaskan perlunya intervensi Z5 dengan cara ini.

Saya memiliki lebih banyak paparan makalah penelitian daripada kebanyakan siswa sekolah menengah. Dengan bekerja sama dengan Anda, saya belajar untuk tidak panik jika tidak semuanya terjadi bersamaan pada hari pertama Anda masuk ke perpustakaan. Saya punya banyak teman di perguruan tinggi yang panik saat mengerjakan makalah penelitian. Saya akan menyambut makalah penelitian kapan saja terlepas dari subjeknya. Sejujurnya, saya belum pernah bertemu dengan teman-teman saya yang berpikir seperti itu, tidak seorang pun. Ketika makalah penelitian teman sekamar saya jatuh tempo semester lalu, saya membantunya. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia takuti. 1 \ 1mungkin tidak menemukan satu artikel yang akan membuat makalahnya? Saya akan khawatir tentang kertas karena hal-hal tidak jatuh pada tempatnya tetapi itu bukan jenis hal yang membuat saya tidak bisa tidur. Saya telah belajar untuk menerima bahwa ini adalah cara kerjanya. Besok saya akan membaca ini lagi dan beberapa bagian akan masuk ke tempatnya dan beberapa masih tidak. Jika tidak, saya akan berbicara dengan profesor. Pikiran tidak mengambil semuanya dan mengaturnya secara otomatis dan hanya itu. Memahami itu adalah bantuan terbesar.

Peran konselor dalam intervensi Z5 dengan kuat didasarkan pada prinsip ketidakpastian. Aspek penting dari peran konselor adalah menciptakan lingkungan belajar yang menarik. Cara-cara inovatif untuk membimbing dan membimbing siswa melalui tahap awal eksplorasi dan formulasi perlu dikembangkan. Mediasi dan pendidikan dapat dibangun di sekitar strategi berkolaborasi, melanjutkan, memetakan, bercakap-cakap, dan menulis.

XII. Proses Strategi Intervensi A. Berkolaborasi

Proses pencarian informasi tidak perlu dianggap sebagai usaha yang terisolasi dan kompetitif tetapi dapat dianggap sebagai usaha kerjasama dengan pustakawan sebagai kolaborator. Ketika pustakawan mengambil peran kolaboratif sebagai peserta yang tertarik dalam proyek, intervensi proses adalah hasil yang wajar.

Rekan juga dapat berfungsi sebagai kolaborator. Pendekatan tim untuk penelitian perpustakaan lebih cocok dengan tugas di luar lingkungan akademik. Teknik kolaboratif seperti curah pendapat, pendelegasian, jaringan, dan pengintegrasian adalah kegiatan produktif untuk mencari informasi dan mengembangkan kemampuan yang dihargai di tempat kerja. Intervensi yang mempromosikan kolaborasi dalam proses pencarian informasi membangun keterampilan dan pemahaman yang ditransfer ke situasi kebutuhan informasi lainnya.

B. Melanjutkan

Intervensi berkelanjutan membahas masalah informasi yang berkembang daripada pertanyaan yang dapat dijawab dalam satu insiden dengan satu sumber. Proses pencarian informasi melibatkan konstruksi di mana siswa secara aktif mengejar pemahaman dan makna dari informasi yang ditemui selama periode waktu tertentu. Proses ini biasanya dialami dalam serangkaian pikiran dan perasaan yang bergeser dari samar menjadi gelisah menjadi jernih dan percaya diri saat pencarian berlangsung. Intervensi berkelanjutan menanggapi proses belajar siswa yang dinamis dan kompleks di Z5.

Intervensi proses yang berlanjut sepanjang durasi penuh dari proses pencarian informasi tidak hanya memandu siswa dalam satu tugas penelitian tertentu tetapi juga membangun keterampilan proses yang dapat ditransfer. Siswa diarahkan untuk melihat pencarian informasi sebagai proses yang konstruktif dan untuk mengetahui bahwa eksplorasi dan formulasi adalah tugas penting untuk menertibkan ketidakpastian melalui pemahaman pribadi. Intervensi berkelanjutan juga membahas konsep cukup. Pemahaman penting untuk menangani masalah yang berkelanjutan dan kompleks adalah gagasan tentang informasi yang cukup untuk penutupan dan presentasi. Apa yang cukup adalah gagasan yang relatif sederhana ketika seseorang dapat mengumpulkan semua yang perlu diketahui tentang suatu topik. Konsep cukup adalah masalah yang sangat berbeda dalam lingkungan informasi saat ini. Memahami apa yang cukup penting untuk memahami informasi di sekitar kita. Cukup berkaitan dengan pencarian makna dalam sejumlah informasi dengan menentukan apa yang perlu diketahui dan dengan merumuskan perspektif yang akan dibangun. Proses pencarian informasi memperlakukan konsep cukup sebagai apa yang cukup masuk akal bagi diri sendiri.

Konsep cukup dapat diterapkan pada tugas di setiap tahapan proses pencarian informasi. Intervensi berkelanjutan memungkinkan siswa untuk memutuskan apa yang cukup untuk mengenali kebutuhan informasi, untuk mengeksplorasi topik umum, untuk memfokuskan fokus khusus, untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan fokus khusus, untuk mempersiapkan untuk berbagi apa yang telah dipelajari, atau untuk memecahkan masalah.

Intervensi berkelanjutan mendukung siswa selama proses pencarian informasi dan membimbing mereka dalam menggunakan informasi untuk pembelajaran di setiap tahapan proses.

C. Berbicara

Percakapan memberi konselor kesempatan untuk mendengarkan siswa dan merekomendasikan strategi yang tepat untuk bekerja melalui tahap tertentu dalam proses yang dialami siswa. Diagnosis tahap siswa penting karena perumusan perspektif terfokus merupakan titik balik dalam pencarian. Konselor merekomendasikan strategi yang berbeda sebelum dan sesudah perumusan fokus. Sebelum perumusan, pendekatan pencarian yang lebih mengundang direkomendasikan; mungkin ada bacaan eksplorasi dan refleksi untuk lebih memahami masalah. Setelah perumusan, pendekatan pendokumentasian dan pengorganisasian yang lebih terfokus untuk memecahkan masalah direkomendasikan.

Pada tahap awal, konselor membimbing siswa menjauh dari percakapan yang terlalu indikatif yang mempersempit penyelidikan tanpa menjelajahi prospek yang lebih luas. Setelah perspektif terfokus terbentuk, konselor menjaga agar percakapan tidak terlalu mengundang yang mendorong pengumpulan informasi umum daripada membatasi pencarian untuk memusatkan informasi yang berkaitan dengan perspektif terfokus. Konseling dalam tahapan proses pencarian membimbing siswa melalui seluruh rangkaian mulai, mengeksplorasi, memfokuskan, mengumpulkan, dan menutup.

Perhatian harus digunakan dalam membahas tahapan proses pencarian untuk tidak membahas masalah di luar poin membantu siswa. Hanya mengakui adanya kebingungan dan ketidakpastian di awal dan merekomendasikan strategi untuk melanjutkan biasanya sudah cukup untuk membuat seseorang memulai. Namun demikian, penting untuk menyarankan bahwa beberapa bantuan berkelanjutan dapat membantu dan menawarkan undangan untuk menjadwalkan sesi atau pertemuan untuk konseling selama proses berlangsung.

Percakapan mendorong siswa untuk membahas ide-ide dalam informasi yang dijumpai saat pencarian informasi berlangsung membantu mereka membentuk perspektif mereka sendiri tentang suatu topik. Konselor dapat mendorong dialog dengan mengambil dari proses dinamis siswa melalui pertanyaan yang bersifat mengundang dan eksploratif. Pertanyaan-pertanyaan berikut adalah contoh dari mereka yang dapat memulai dan mendukung percakapan dengan siswa. Ide apa yang tampak sangat penting bagi Anda? Pertanyaan apa yang Anda miliki? Masalah apa yang muncul? Apa fokus pemikiran Anda? Apa ide panduan untuk pencarian Anda? Di manakah celah dalam pemikiran Anda 'Apa yang tidak sesuai dengan apa yang sudah Anda ketahui? Inkonsistensi apa yang Anda perhatikan dalam informasi yang Anda temui?

Konselor dapat mendiskusikan urutan tahapan dalam proses dengan siswa dan mencapai kesepakatan pada tahap siswa tersebut. Percakapan memberikan kesempatan bagi konselor untuk mengakui perasaan yang umumnya terkait dengan tahap tertentu yang dialami siswa. Misalnya, jika tahap seleksi atau eksplorasi diidentifikasi, konselor mungkin berkata, "Anda mungkin merasa agak tidak pasti dan sedikit cemas pada saat ini. Kebanyakan orang begitu." Ketika tahap pengumpulan diidentifikasi, komentar konselor akan diarahkan ke perspektif pribadi siswa dan bidang minat tertentu. Membuat bagan dan menyusun intervensi adalah dasar yang sangat baik untuk bercakap-cakap dengan siswa.

D. Charting

Intervensi charting efektif untuk secara visual menyajikan sejumlah besar informasi dengan cara yang kompak. Ini sangat membantu untuk membimbing siswa dalam merumuskan ide dan untuk menyajikan proses pencarian informasi yang lengkap kepada mereka.

Satu intervensi pembuatan grafik secara konsisten efektif untuk membuat siswa sadar akan tahapan dalam proses pencarian informasi dan untuk membantu mereka memahami apa yang diharapkan di setiap tahapan. Bagan model proses pencarian informasi digunakan untuk menggambarkan tugas, perasaan, pikiran, dan tindakan yang umumnya dialami di masing-masing dari enam tahap (Kuhlthau, 1994).

Bagi sebagian besar siswa, zona intervensi kritis adalah tahap eksplorasi, setelah area atau topik umum dipilih tetapi sebelum perspektif pribadi terbentuk. Dengan menggunakan bagan dari enam tahapan proses pencarian informasi, konselor dapat mengidentifikasi tahapan siswa dalam proses tersebut, mengakui perasaan siswa, menjelaskan tugas di hadapannya, dan merekomendasikan strategi yang sesuai. Strategi yang direkomendasikan pada tahap eksplorasi mungkin sangat berbeda dari yang direkomendasikan pada tahap pengumpulan. Misalnya, siswa pada tahap eksplorasi mungkin disarankan untuk membaca untuk tema umum dan membuat daftar ide, sedangkan siswa pada tahap pengumpulan mungkin disarankan untuk membaca untuk detail dan membuat catatan yang berlebihan.

Teknik pemetaan konseptual dapat diterapkan pada intervensi grafik untuk menyajikan dan memvisualisasikan ide-ide yang muncul. Peta konseptual mengatur ide dan menunjukkan hubungan antara konsep yang berbeda, mirip dengan garis besar tetapi dengan lebih banyak elemen visual. Peta konseptual sederhana dapat dimulai dengan lingkaran atau kotak yang berisi topik umum atau gagasan utama. Lingkaran atau kotak yang mengelilinginya dapat ditambahkan untuk memperlihatkan konsep terkait, dengan garis dan panah yang menghubungkan elemen dalam tampilan yang bermakna. Aspek visual, nonlinier dari pemetaan konseptual mendorong proses kreatif untuk menghubungkan ide dan mengatur informasi saat pencarian berlangsung.

Intervensi charting adalah cara kreatif untuk mendemonstrasikan pola umum dalam proses pencarian informasi, untuk mendorong formulasi, dan mengatur ide untuk presentasi.

E. Menulis

Menulis mendorong pemikiran dan perumusan dalam proses pencarian. Menulis jurnal telah ditemukan sebagai cara terbaik untuk mendorong penulisan, untuk memajukan formulasi, dan untuk melacak proses konstruktif individu. Penasihat dapat merekomendasikan agar siswa menyimpan jurnal penelitian di mana mereka mencatat gagasan, pertanyaan, dan hubungan sewaktu mereka maju melalui pencarian mereka. Menulis di jurnal penelitian jauh lebih komprehensif daripada menulis catatan di kartu catatan atau di buku catatan. Sebuah jurnal dapat dimulai saat proyek pertama kali dimulai dan disimpan sampai presentasi selesai. Namun, tujuan jurnal berubah seiring dengan proses pencarian. Siswa diinstruksikan untuk meluangkan waktu setiap hari atau setiap beberapa hari untuk menulis tentang masalah atau topik mereka. Instruksi dapat dinyatakan dengan cara berikut:

Pada tahap awal ketika Anda memutuskan topik apa yang akan dipilih, tulislah untuk memperjelas atau menentukan kemungkinan pilihan. Tulis tentang percakapan Anda tentang topik Anda. Saat Anda melanjutkan proses, tulislah reaksi Anda terhadap bacaan Anda serta pemikiran dan pertanyaan Anda tentang topik Anda. Pastikan untuk mencatat semua insiden saat Anda membuat keputusan atau penemuan penting. Sertakan pengembangan tema sentral, sudut pandang atau fokus dalam pemikiran Anda. Catat jalan buntu apa pun atau perubahan dalam masalah atau topik yang mendorong pendekatan baru.

Tujuan utama menulis selama proses pencarian adalah untuk berfungsi sebagai alat untuk merumuskan pemikiran dan mengembangkan konstruksi. Konselor juga dapat merekomendasikan penulisan bebas sebagai sarana membantu perumusan. Siswa dapat didorong untuk menulis tentang fokus topik atau masalah mereka di beberapa titik berbeda dalam proses pencarian. Tulisan ini mempromosikan refleksi pribadi, yang dapat membantu siswa untuk membuat koneksi dan kesimpulan dalam informasi yang mereka temui dan untuk melihat celah yang perlu penyelidikan lebih lanjut. Ketika tulisan-tulisan ini dibagikan dengan konselor, mereka dapat membentuk dasar untuk pemahaman yang mendalam tentang masalah informasi siswa yang berkembang.

Penulisan biasanya merupakan hasil atau produk dari informasi proses pencarian. Siswa diberi penelitian atau makalah untuk ditulis.

Menyusun intervensi, bagaimanapun, menerapkan tulisan selama proses pencarian informasi sebagai sarana untuk mendorong perumusan ide tentang masalah yang berkembang dari informasi yang ditemukan dalam proses pencarian ekstensif.

XIII. Kesimpulan

Pertimbangan tentang bagaimana layanan perpustakaan berubah di era informasi mengarah pada identifikasi peran baru yang vital bagi pustakawan dalam proses pencarian informasi. Ada banyak pembicaraan tentang keajaiban masyarakat informasi dengan teknologi untuk meningkatkan dan akses cepat ke informasi, tetapi pustakawan perlu menangani keprihatinan nyata dari seorang individu yang mencari makna di lingkungan yang kaya informasi ini. Siswa membutuhkan pemahaman yang jelas tentang proses pencarian informasi yang konstruktif dan harus mengembangkan strategi untuk belajar dari berbagai sumber.

Pustakawan di era informasi dipanggil untuk mendiagnosis zona intervensi ketika siswa mendapat manfaat dari konseling dalam proses pencarian informasi. Mereka perlu mengembangkan intervensi proses untuk membimbing siswa dalam mencari makna dari informasi untuk pemahaman yang mendalam.

Kuhlthau, C. C. (1994). Students and the Information Search Process: Zones of Intervention for Librarians. Advances in Librarianship, 18, 57-72.