Akhir Sebuah Kisah
Sore itu.......
Angin senja dan
titik air
Berpacu dalam redup
Membawa kesejukan di
hati
Berpadu dalam damai
Kugenggam erat
tanganmu
Hangat menjalar dada
Seretan langkahmu
Menuju kedamaian
abadi
Ah...abadikah semua
itu?
Tidak....
Keremangan senja
telah lenyap
Kertas pun jadi abu
Bersama kepingan
hati
Yang tergores
kepedihan
Kini...
Tinggal harapan yang
tersisa
Dari seretan
langkahmu
Hampa.....
Puisi Kedua
Brengsek
Antara keramaian
manusia dan suara
Dan dalam
kesendirianku
Kudengar detak
jantungku menegang
Segalanya tegang
Kecuali hati yang
menciut
Dan tergeletak
bermandikan darah
Ah......brengsek
Wajah itu muncul
Bersama resahnya
hati
Kutak kuasa menatap
Dan.....pilu pun
ikut berpadu
Bogor ‘79
Puisi Ketiga
Lewat Tengah Malam
Lewat
tengah malam
Ketika
sepi makin melingkup hati
Sementara,
suara jangkrik tetap berbunyi
Dalam
kelam.........
Sepotong
hati terbaring dalam kemelut kelabu
Lewat
tengah malam
Ketika
seonggok tubuh terbaring
Menatap
langit-langit
Kau
ada di sana
Kemarin
dan hari ini
Tak
seorang pun tahu
Kemelut
sepotong hati yang terkubur di dasar dada
Kemudian...........
Kau
datang di hari esok
Dengan
seribu kemungkinan
Dalam
kejaran usia yang semakin menua
Hari
ini
Kubisikkan
tekad
Tuk
memetik kebahagiaan
Bersamamu..............
Bogor, 1979
Puisi Keempat
Asaku
Kala
senja mulai memudar
Sejuta
janji kau ukir dalam cita
Sejuta
keindahan kau angankan
Dari
nostalgia yang terbengkalai
Dalam
kefanaan jiwamu
Sunyi
membalut jiwa
Tak
kau hiraukan
Kau
pelihara bara di dada
Dalam
menggapai hakiki hidup
Kala
fajar menyingkap gelap
Rembulan
pun mulai memudar
Kutanyakan
padamu
Akankah
menjadi kenyataan
Sejuta
janji yang kau ukir di hatimu
Ataukah
hanya kegagalan yang menunggu
Bogor,
17 Juli 1979
Puisi Kelima
Sisa Laskar Tua
Dulu ketika muda
Tenaga dan semangatmu menyala
Dunia seakan dalam genggaman
jala
Segala keinginan dapat
kaucapai
Semua orang datang
menghampiri
Mengaku sahabat teman berbagi
Banyak orang bahkan menjadi
iri
Karena bagimu semua seakan
diujung jari
Kini di usiamu yang senja
Tubuhmu mulai renta
Termakan usia
Berbagai penyakit mulai
menyapa
Sahabat dan kawan
meninggalkan
Karena kamu tidak dapat
digunakan
Hanya sahabat sejati, anak,
cucu dan isteri
Yang setia mendampingi
Bagimu tidak ada lagi
Yang masih berarti
Selain berbagi sisa ilmu
duniawi
Untuk bekal akhirat nanti
Tenaga dan semangatmu mulai
meredup
Jantungmupun seakan enggan
berdegup
Namun jiwa dan semangatmu
yang masih hidup
Untuk
menatap anak cucu yang hidup cukup
(Bogor,
28 Maret 2006)
Puisi Keenam
Untuk Seseorang yang mengaku teman
Ketika aku sudah tenang dan tentram
Menjalani hidup dan karirku
Kamu tiba-tiba hadir dan mengatakan
Kita kan berteman
mana buktinya?
Aku ingat cerita kawan
Kau ungkit peristiwa ketika aku melamar kerja
Kau katakan bahwa berkat kamu
Aku bisa mendapatkan kerja di tempatmu
Hanya karena sepotong informasi bahwa
Pekerjaan itu ada
Lama kemudian waktu berlalu
Karirku di kantor lebih maju
Aku mendapatkan yang aku tuju
Menjadi pengatur laku di kantorku
Bahkan kemudian aku melanglang buana
Tak terbendung oleh apapun
Namun suatu ketika
Perjalanan karirku terhenti
Entah karena apa aku tak mengerti
Sebab perasaanku mengatakan
Bahwa aku sedang berada di puncak tangga
Semua aku bisa raih
Sampai sesuatu yang bahkan orang lain
tak terpikirkan untuk meraihnya
Tiba-tiba aku terjatuh
Satu-satu
Teman-temanku menghindariku
Mencari selamat dan karirnya sendiri
Aku ditinggal pergi
Sendiri….betul-betul sendiri
Namun pelan-pelan aku bangkit
Perlahan meniti karir
Walaupun tak sedikit hambatan
Sampai-sampai akan dipindahkan
Ke tempat yang aku rasa tak mungkin aku bisa berkembang
Permintaan agar aku pindah
Tidak cuma sekali menghampiriku
Bahkan surat permintaan petinggi puncak
Diterima oleh atasanku
Tanya aku tepikan pada atasanku
Apakah dia masih memerlukan aku
Untuk menjadi pembantunya
Di kabinet yang dipimpinnya
Dan…..
Berkat pertanyaanku itu
Aku dipertahankan di kantorku
Kemudian kamu mendapat giliran berkuasa
Aku kau campakkan
Bahkan aku dilemparkan
Pada posisi yang tidak pernah terbayangkan
Oleh siapapun yang menyaksikan
Tuhan menyelamatkan aku
Dari perasaan hina berada di lingkunganku
Aku diangkat dari lumpur
Untuk menjadi seseorang yang terhormat
Bahkan menjadi lebih tinggi dari posisimu
Dan aku mendapatkan martabatku sebagai manusia
Kini
Setelah aku kembali ke kantorku
Setelah menyelesaikan tugasku di luar sana
Aku melihat kondisi kantorku berubah parah
Dan demi tanggung jawab moral
Aku berusaha menggerakkan semua teman
Untuk mengembalikan marwah kantorku
Seperti dulu
Kemudian tiba-tiba kamu datang
Karena mendengar cerita
Bahwa apa yang terjadi pada diriku dulu
Karena ulahmu,
dan aku tak mau memberimu maaf
Bahkan sampai ke liang kubur
Peristiwa itu kan kubawa
Kamu lempar tanya padaku
Apa bukti kecurigaanku
Sampai-sampai aku tak mau memberi maaf
Ketika kamu dalam suatu kesempatan
Meminta maaf pada semua orang
Aku jelaskan apa yang menjadi kecurigaanku
Atas nasib yang menimpaku
Tapi
Semua kamu ingkari
Bahkan kamu katakan
Mengapa dulu kamu tidak tanyakan
Agar semua bisa diselesaikan
Jangan sampai menunggu sekarang
Karena katamu kita teman
Kalau kita teman
Apakah kamu bisa buktikan
Seperti yang kulakukan dulu ketika aku berkuasa
Aku angkat kamu menjadi pembantuku
Bahkan ketika kamu berulah dan membangkang dari perintahku
Aku membiarkan dan hanya menyaksikan dengan harapan
Kamu kan sadar dan berubah haluan
Ke visi yang sama denganku
Aku juga menolak dengan halus
Permintaan pembantu dan sahabat terdekatku
Untuk menyingkirkanmu dari posisimu
Aku katakan tidak
Karena kau kuanggap teman
Dan aku berjanji pada kawan-kawan
Untuk menasehati dan mengingatkan
Agar kamu bisa menjadi anggota tim yang membanggakan
Namun
Ketika kamu berkuasa
Dan aku menjadi pembantumu
Aku engkau campakkan
Ke tempat yang menurutku paling hina sehina-hinanya
Apakah itu yang kau katakan berteman?
Kamu pikir tindakanmu benar
Tapi kamu tidak merasakan akibatnya
Kamu katakan bahwa kamu tidak punya niat
Menyakiti dan menghacurkan aku
Tapi aku merasakan akibat keputusanmu
Kamu bilang kamu tidak pernah menghianati pertemanan kita
Sehingga kamu masih berteriak
Kan kita berteman
Tapi….bagiku
Biarlah waktu yang membuktikan
Siapa yang menghianati
Siapa yang dikhianati
Siapa yang menyakiti
Siapa yang disakiti
(Bogor, akhir Maret 2017)
Puisi Ketujuh
Kekuasaan
Ketika
engkau bersahabat denganku
Apapun
bisa kulakukan
Bintang
dapat kuraih
Bulan
pun bisa kupetik
Ku
taklukkan semua orang
Dan
aku bertengger di puncakmu
Ketika
engkau pergi meninggalkan aku
Dan
persahabatanmu kau berikan pada orang lain
Aku
menjadi tak berdaya dan tak berharga
Tanpamu
aku bukan apa-apa
Orang
yang memegangmulah
Yang
akan mengemudikan dunia
Engkau
memang bebas berpindah sekehendakmu
Dari
satu orang ke orang lain yang engkau sukai
Kedigdayaanmu
merajalela
Hanya
satu yang bisa mengendalikanmu
Yaitu
kebijaksanaan
Tanpa
kebijaksanaan
Orang
yang engkau tongkrongi
Akan
berbuat semena-mena
Bahkan
bisa membelokkan sejarah
Apakah
ini takdir?
Entahlah
Semua
jejak masa lalu akan engkau hapuskan
Engkau
lumatkan menjadi puing tanpa harga
Tetapi
persahabatan dengan kekuasaan itu
Tak
pernah kekal
Dan
ketika kekuasaan itu menyingkir
Penguasa
itu juga akan menjadi jelata
Hanya
jejak yang engkau pahatkan
Melalui
dunia maya
Yang
akan dikenang orang
Bukan
jejak kuasamu
Hai
penguasa sadarkah engkau
Suatu
saat akan tiba giliranmu
engkau
juga akan menjadi jelata
Dan
akan menuai apa yang telah kau tanam
Boo, 24 April 2024
Puisi Kedelapan
Bagai Memelihara Anak Singa
Dulu kita berteman akrab
Suka duka kuliah
Kita hadapi bersama
Sampai-sampai semua teman
iri
Ketika kita selesai
Kembali ke tempat
masing-masing
Lalu engkau datang
Meminta tolong
Agar bisa bekerja di tempatku
Tanpa curiga
Aku mencarikan jalan
Agar kamu bisa bersamaku
Bahkan berkegiatan
denganku
Biarpun orang menentangku
Aku mencoba mentuli bisu
Pelan tapi pasti
Engkau mendapatkan posisi
Sebagai teman aku
mendukungmu
Bahkan tak segan membantu
Ketika kamu merangkak naik
Ke posisi yang tinggi
Aku malah kamu musuhi
Aku tak mengerti
Kesalahan apa yang aku
buat
Sampai-sampai kamu tega
memusuhiku
Kamu tendang aku
Bahkan kamu katakan
Kalau semua orang
membenciku
Dan tidak dapat menerima
keberadaanku
Sayang sekali kamu lupa
Keberadaanmu di sini
Berkat usahaku
Tetapi ketika kamu
memiliki kuasa
Kamu malah membuangku
Kini aku sadar
Aku ibarat memelihara anak
singa
Ketika kecil dan lucu
Aku ajak bercanda gurau
Tetapi sesudah besar
Ternyata aku diterkamnya
Oh…nasib,
Biarlah Tuhan yang
mencatat
Suatu saat perbuatanmu
akan berbalas
Bogor, 26 Juli 2024